Hukum Mengeraskan Suara (Menzaharkan suara) dan tidak (syiri )dalam bacaan sholat lima waktu.
Image Illustration: encrypted-tbn0.gstatic.com |
Sebagai orang awam belum pernah membaca Fiqih Islam, kita sering melihat
kebiasaan sholat lima waktu Subuh, Maghri, Isya' Imam membaca ayat ayat
Alquran dengan suara keras (Zahar), tetapi berbeda saat sholat lima
waktu zuhur atau lohor serta Asyar suara imam di rendahkan (Syiri)
bahkan tidak terdengar sama sekali.
Disunnahkan menjaharkan (mengeraskan) bacaan dalam shalat Shubuh dan dua rakaat pertama pada shalat Maghrib dan Isya'. Ini berlaku bagi Imam dan munfarid (orang yang shalat sendiri).
Menjaharkan bacaan ini juga berlaku pada shalat
Jum'at, shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), shalat gerhana
bulan, shalat istisqa', shalat Tarawih dan Shalat nafilah di malam hari.
Selain yang disebutkan disunnahkan untuk men-sirri-kannya
(memelankannya).
Permasalahan jahar dan siri dalam bacaan bukan persoalan fardhu atau sunnah yang diharuskan untuk sujud sahwi saat menyalahinya. Tapi ia salah satu dari bentuk tatacara shalat yang pelakunya diberi pahala atasnya. Sedangkan yang meninggalkannya tidak berdosa.
Perdapat keterangan bahwa sebab turunnya firman Allah Ta'ala:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً
"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. Al-Isra': 110)
saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam masih di
Makkah. Apabila beliau shalat bersama para sahabatnya, beliau
meninggikan suaranya saat membaca Al-Qur'an. Ketika kaum musyrikin
mendengarnya maka mereka mencaci Al-Qur'an, mencaci Zat yang
menurunkannya dan orang yang menyampaikannya. Lantas Allah Ta'ala
berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Dan janganlah
kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu." Maksudnya: Jangan keraskan
bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya.
"Dan
janganlah pula merendahkannya," maksudnya: dari para sahabatmu sehingga
mereka tidak mendengar Al-Qur'an. "Dan carilah jalan tengah di antara
kedua itu."
Dari sini menjadi jelas persoalan, menjaharkan
(mengeraskan) bacaan pada shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh serta
memelankan bacaan(mensiri bacaan) pada shalat Zuhur dan Ashar adalah
pengamalan saat pertama disyariatkan. Yakni saat kaum muslimin tidak
menjaharkan bacaan Al-Qur'an di siang hari khawatir atas celaan kaum
musyrikin.
Adapun membaca secara jahar pada shalat Jum'at, dua hari raya, shalat istisqa' dan selainnya adalah karena shalat-shalat tersebut disyariatkan di Madinah sesudah hijrah, di mana saat itu kaum muslimin memiliki kekuatan dan daulah.
Adapun membaca secara jahar pada shalat Jum'at, dua hari raya, shalat istisqa' dan selainnya adalah karena shalat-shalat tersebut disyariatkan di Madinah sesudah hijrah, di mana saat itu kaum muslimin memiliki kekuatan dan daulah.
Wallahu Ta'ala A'lam.
Wasalam mualaikum Wr Wb.
Frans Syukri.D Syahrial.
===================
===================