Pendidikan adalah suatu hal yang amat urgen dalam kehidupan umat manusia
secara umum, dan dalam kehidupan umat Islam secara khusus. Oleh karena itu
Syari’at Al-Qur’an memberikan perhatian yang amat besar, sampai-sampai ayat
Al-Qur’an yang pertama diturunkan adalah 5 ayat dalam surat Al ‘Alaq, yang
memerintahkan umat manusia untuk membaca dan belajar.
Bukan hanya itu, bahkan syari’at Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa
kahidupan manusia baik di dunia atau di akhirat tidaklah akan menjadi baik
melainkan dengan didukung oleh pendidikan yang baik dan benar. Oleh karena itu
seluruh mahluk yang ada di dunia ini dinyatakan senantiasa mendoakan kebaikan
kepada setiap orang yang berjuang dengan mengajarkan kebaikan kepada umat
manusia. Mari kita renungkan bersama sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berikut
ini,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ
حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ
النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah, seluruh Malaikat-Nya, seluruh penghuni
langit-langit dan bumi, sampaipun semut yang berada di dalam liangnya, dan
sampai pun ikan, senantiasa memuji dan mendoakan untuk orang yang mengajarkan
kebaikan kepada orang lain.” (HR. At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al
Albani)
Sebagaimana Syari’at Al-Qur’an juga mengajarkan agar pendidikan yang
disampai kepada masyarakat senantiasa didasari oleh data yang autentik dan
kebenaran. Sebagai salah satu contoh nyata hal ini ialah kisah
berikut,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرٍ أَنَّهُ قَالَ دَعَتْنِي أُمِّي
يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فِي
بَيْتِنَا فَقَالَتْ هَا تَعَالَ أُعْطِيكَ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيهِ قَالَتْ أُعْطِيهِ
تَمْرًا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا
إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ
“Dari sahabat Abdullah bin ‘Amir, ia menuturkan: Pada suatu hari ibuku
memanggilku, sedangkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sedang
duduk-duduk di rumah kami, kemudian ibuku berkata, Hai nak, kemarilah, aku beri
engkau sesuatu. (Ketika mendengar perkataan ibuku itu) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda
kepadanya, Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya? Ibuku menjawab, Aku
hendak memberinya kurma, Lalu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda
kepadanya, Ketahuilah sesungguhnya engkau bila tidak memberinya sesuatu, maka
ucapanmu ini niscaya dicatat sebagai satu kedustaanmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Demikianlah pendidikan dalam syari’at Al-Qur’an, oleh karena itu tidak
mengherankan bila Nabi shollallahu
‘alaihi wasallam menjadikan kedustaan sebagai salah satu kriteria
orang-orang munafik.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ
أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Pertanda orang-orang munafik ada tiga, bila ia berbicara ia berdusta,
bila ia berjanjia ia ingkar, bila diamanati ia berkhianat.” (Muttafaqun
‘alaih)
Bila kita bandingkan hadits ini dengan fenomena pendidikan yang ada
dimasyarakat kita, baik yang ada dalam keluarga, atau di masyarakat atau di
sekolah-sekolah, niscaya kita dapatkan perbedaan yang amat besar. Pendidikan di
masyarakat banyak yang disampaikan dengan kedustaan dan kebohongan, misalnya
melalui dongeng palsu, cerita kerakyatan, cerita fiktif, sandiwara, film-film
yang seluruh isinya berdasarkan pada rekayasa dan kisah-kisah palsu dan
lainnya.
Oleh karena itu tidak heran bila di masyarakat kita perbuatan dusta
merupakan hal yang amat lazim terjadi dan biasa dilakukan, karena semenjak dini
mereka dilatih melakukan kedustaan dan kebohongan.
Diantara keistimewaan metode pendidikan dalam syari’at Al-Qur’an ialah
ditanamkannya nilai-nilai keimanan kepada Allah Ta’ala, rasa takut kepada-Nya,
senantiasa tawakkal dan sadar serta yakin bahwa segala kebaikan dan juga segala
kejelekan hanya Allah yang memiliki, tiada yang mampu mencelakakan atau memberi
kemanfaatan kepada manusia tanpa izin dari Allah Ta’ala. Sehingga dengan
menanamkan keimanan kepada Allah Ta’ala sejak dini semacam ini, menjadikan
masyarakat muslim berjiwa besar, tangguh bak gunung yang menjulang tinggi ke
langit, bersih jauh dari sifat-sifat kemunafikan, penakut, berkhianat, memancing
di air keruh atau menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Kisah berikut adalah
salah satu contoh nyata pendidikan Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wasallam kepada
umatnya,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ
كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا
سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ
أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ
يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى
أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ
عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ
“Dari sahabat Ibnu Abbas ia berkata, Suatu hari aku membonceng Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, maka
beliau bersabda kepadaku, “Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu
beberapa kalimat: Jagalah (syari’at) Allah, niscaya Allah akan menjagamu,
jagalah (syari’at) Allah, niscaya engkau akan dapatkan
(pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa dihadapanmu. Bila engkau meminta
(sesuatu) maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka
mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia
seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan
dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan
untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka
tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah
tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat taqdir) telah diangkat, dan
lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Ahmad, dan At Tirmizi dan dishahihkan oleh
Al Albani)
Dan berikut adalah salah satu contoh generasi yang telah tertanam pada
dirinya pendidikan Al-Qur’an, yang senantiasa mengajarkan agar setiap manusia
senantiasa mengingat Allah, dan senantiasa sadar bahwa Allah selalu melihat dan
mendengar segala gerak dan geriknya.
Pada suatu malam ada seorang wanita yang memerintahkan anak gadisnya
untuk mencampurkan air ke dalam susu yang hendak ia jual, maka anak gadis
tersebut menjawab dengan penuh keimanan, “Bukankah ibu telah mendengar bahwa
Umar telah melarang kita dari perbuatan semacam ini?! Maka sang ibu pun
menimpali dengan berkata, Sesungguhnya Umar tidak mengetahui perbuatanmu! Maka
anak gadis tersebut menjawab dengan berkata, “Sungguh demi Allah aku tidak sudi
untuk mentaati peraturan Umar hanya ketika di khalayak ramai, akan tetapi ketika
aku sendirian aku melanggarnya.”
Kita semua bisa bayangkan bila prinsip-prinsip islamiyyah yang
terkandung dalam hadits ini terwujud pada masyarakat kita, maka saya yakin bahwa
masyarakat kita akan terhindar dari berbagai praktek-praktek pengecut, khianat,
korupsi, penakut, putus asa dll.
Tentu pendidikan yang semacam ini menyelisihi pendidikan yang sekarang
banyak dilakukan oleh masyarakat kita, dimana anak-anak kita sejak kecil
senantiasa dihancurkan kejiwaannya, keberaniannya dengan berbagai dongeng
tentang hantu, syetan, khayalan tentang superman, batman, satria baja hitam,
atau yang serupa yang menggambarkan tentang manusia yang bisa terbang, merubah
bentuk, dengan berbagai kedustaan yang ada pada kisah-kisah tersebut. Tidaklah
mengherankan bila generasi yang dibina dan jiwanya dipenuhi dengan kisah-kisah
palsu semacam ini, hanya pandai mengkhayal, dan mudah putus asa, penakut dan
pemalas.
Suber: Ibnumajjah.com
Suber: Ibnumajjah.com