Pada suatu hari, seorang bocah berumur 5
tahun tersesat bermain hingga ke pinggir hutan yang disana terdapat banyak
binatang liar. Namun, bocah ini tidak ada seekorpun dari binatang-binatang yang
berniat mengganggunya dan iapun tidak merasa takut sendirian. Suatu ketika ia
berjumpa dengan seekor kerbau milik penduduk yang tengah merumput di sana.
Bocah itu pun berbicara kepada si kerbau layaknya berjumpa dengan kenalan baru
yang akan menjadi sahabatnya.
“
Hai kerbau, apa pekerjaanmu, kenapa kau ada di sini?” tanya bocah itu.
“Aku
mencari makan, nak.”. Jawab kerbau.
“kenapa jauh sekali dari kandangmu, nanti
tuanmu mencarimu”. Lanjut si bocah tadi.
“Itu
sudah biasa nak, mereka nanti akan mencariku di sini, karena di sinilah tempat
ku bermain dan mencari makan. Kamu sendiri kenapa di sini?”. Kata kerbau.
“oooh,
bergitu ya, bau”.
“Aku
tak tau jalan ke rumah, tapi aku tidak takut”, jawab si bocah.
“Ya,
hati-hati ya nak. Di hutan banyak hewan buas”. Kata kerbau.
Sesaat
kemudian......
“Kerbau,
kerbau apakah kamu mendengar suara itu?” si bocah lanjut bertanya sambil
menunjuk ke arah datangnya suara.
“
Itu azan zhuhur, nak. Memangnya kenapa?.” Kerbau balik bertanya.
“aku
di kampung sering mendengarkan itu!” bocah berkata menandakan ia tidak tahu.
“maksudnya,
azan itu memanggil orang-orang untuk sholat berjamaah ke Masjid”. Kata Kerbau menjelaskan.
“oooh
begitu ya. Tapi kenapa kamu tidak sholat. Kalau aku kan masih kecil, belum
baligh?” tanya bocah lagi.
“sholat
diwajibkan buat manusia dan jin saja nak, kalau saya tidak. Tapi kami bangsa
kerbau selalu berzikir kepada Allah sepanjang waktu. Kami juga bersujud kepada
Allah dengan cara kami sendiri, begitupun juga hewan lain”. Kata Kerbau
memberikan penjelasan.
“Kalau
begitu, kamu lebih baik dari orang yang tidak mau sholat dan pura-pura tidak mendengarkan azan”. Kata si bocah.
“
Kok bisa nak?” tanya kerbau heran.
“Lah
iyalah, masa’ kerbau saja mau mengingat Allah, sedangkan mereka orang dewasa banyak
yang tidak mau mengingat Allah.” Kata si bocah.
“Benar
juga katamu, nak”. Kata kerbau.
Akhirnya
bocah itupun pamit kepada kerbau dan berjalan hingga ke dalam hutan.
Di tengah perjalanannya, bocah itu
berjumpa dengan ayam hutan yang sedang ketakutan di kejar pemburu. Ayam itu
ngos-ngosan hampir kehabisan nafas, tapi ia berhasil lolos dari jeratan si
pemburu.
Si
bocah kemudian menghampiri ayam dan
mengambilnya lalu ditenggerkanlah ia ke atas bahu kanannya selanjutnya ia bawa
bersama dirinya berjalan.
“Terima
kasih, nak. Mungkin jika aku ada di bahumu pemburu tidak akan mengambil aku
dari dirimu nak”. Kata si ayam.
“Insya
Allah, yam. Berdo’a sajalah moga Allah menyelamatkan kita”. Kata bocah kepada
ayam.
“yam,
kenapa kamu mau tinggal di hutan, kok tidak suka tinggal bersama ayam kampung?”
tanya bocah kepada ayam.
“Memang
nenek moyang kami lah yang telah membiasakan kami hidup di hutan, dan kami
hanya meneruskan saja”. jawab si ayam.
“Apakah,
kamu juga berkokok seperti ayam kampung?” tanya bocah penuh keingintahuan.
“Iya,
nak!” jawab ayam.
“Tapi,
pernahkah kamu mendengarkan azan?” tanya bocah lagi.
“ia
nak, bahkan kami pun juga azan saat waktu fajar. Bangsa kami sering berkokok
dan itulah azan kami”. Jawab ayam dengan menyuarakan kokokannya,
“kukuruyukkkk!”
“
tapi kenapa kalian tidak sholat, yam?” bocah itu semakin menunjukkan rasa
penasarannya.
“Ohh
itu ya nak, begini ceritanya, nak. Lihat lutut kami, lutut kami di belakang
bukannya ke depan mirip lutut manusia. Lutut kami digunakan untuk menopang kami
saat kami duduk, kalau ibu saya saat ia bertelur dan mengeram biasanya
menggunakan lutut ini. Jadi, kami tidak bisa sujud seperti manusia. Kalau
manusia sudah diciptakan Allah lutut sedemikian rupa agar bisa berlutut dan
bersujud dihadapan-Nya”. Ayam hutan itu menjelaskan dengan panjang lebar kepada
si bocah.
“Ooh
begitu ya, jadi orang dewasa itu mesti belajar sama mu, yam. Kalau mereka tak
mau sujud mungkin mereka lebih pantas dipotong ketimbang kamu. Kamu jangan tersinggung ya, yam. Aku
tak akan memotongmu”. Kata bocah.
Bocah
dan ayam hutan itu akhirnya berhenti di sebuah gubuk reot di tengah hutan yang
mereka lalui. Dan mereka pun sepakat untuk beristirahat di sana.
Waktu
semakin larut Ashar telah berlalu, kini tinggallah matahari yang hampir
tenggelam ke ujung maghrib. Dari kejauhan terdengar suara orang berteriak
memanggil nama Bocah. Orang-orang itu adalah warga kampung yang tengh mencari
si Bocah. Akhirnya mereka menemukan bocah itu di gubuk reot bersama seekor ayam
hutan. Bocah itupun pulang ke rumah dengan membawa si ayam hutan.
Sepulang
di rumah, ibu bocah itu teramatlah cemas. Tapi, ia tidak bisa memarahi anaknya,
karena ia tahu bahwa itu adalah kelalaiannya dalam mengurus anak. Tiba-tiba,
...
“
Mak, bila aku dewasa nanti akau tidak ingin jadi laki-laki sholehah”. Kata
bocah itu.
Ibunya
pun terkejut atas pernyataan anaknya.
“Masa’
kamu jadi laki-laki sholehah”. Balas ibunya.
“Iya,
mak. Kata ustadz, Kalau laki-laki sholeh sholatnya ke masjid kecuali ada uzur
saja dia sholat di rumah. Terus, kalau wanita, lebih utama sholat di rumah
daripada sholat di masjid. Naaaah kalau laki-laki sholehah ia lebih banyak
shoooolaaat di rumah daripada ke masjid”. Kata bocah itu.
“!!!))(*@&*(*(!&*&#&^&“Bapakmu
mana bapakmu”&!!????!@******?” Ibunya bingung.