WARTEG SAENI MENJADI SIMBOL PELECEHAN TERHADAP PERDA SYARI'AH

WARTEG SAENI MENJADI SIMBOL PELECEHAN TERHADAP PERDA SYARI'AH.

Warteg milik Saeni, menjadi kondang setelah diblow-up oleh media Kompas.
Warteg ini telah melanggar Perda tentang larangan berjualan terhadap rumah makan di siang hari selama bulan Ramadhan.
Pelanggaran perda ini dipoles oleh Kompas menjadi sebuah cerita, seolah-olah Pemprov Banten merampok Saeni. Media nasrani tersebut memberitakan bahwa Satpol PP Banten merampas dagangan Saeni.

Tak cukup sampai disitu, berbagai elemen nasrani berlomba menghujat, meledek serta menghina Perda Syari'ah yang diterapkan di Banten.

Bahkan artis nasrani bernama Ruben Onsu menjadikan warteg milik Saeni sebagai tempat shooting, bukan shooting acara ajang pencarian bakat, tapi shooting 'acara makan siang di bulan ramadhan'.
Hal ini dilakukan oleh Ruben Onsu tidak lain untuk menyampaikan pesan kepada publik bahwa makan siang dihadapan muslim yang tengah berpuasa ramadhan adalah hal yang baik.
Ruben ingin menunjukkan bahwa orang berpuasa tak perlu dihormati dan Perda Syari'ah yang mengajarkan toleransi tak perlu dipatuhi.
Ya, warteg Saeni telah menjadi simbol perlawanan terhadap toleransi, menjadi simbol pelecehan terhadap Perda Syari'ah.
Oleh sebab itu sudah selayaknya bila Pemprov Banten meninjau kembali perizinan terhadap warteg milik Saeni yang telah melanggar peraturan daerah.
Tak ada salahnya bila Pemprov Banten mencabut izin usaha warteg tersebut, itupun bila warteg tersebut memiliki izin.
Hal ini perlu dilakukan sebagai pelajaran bagi para pengusaha kuliner agar menghormati bulan suci ramadhan.
Dan intinya, memberi sanksi tegas terhadap masyarakat yang tak mau tunduk terhadap aturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Bagi masyarakat muslim, hal ini juga sebagai bentuk ketegasan dalam menghadapi sikap intoleran dari kaum salibis yang menjurus kepada penghinaan terhadap keyakinan kaum muslim.
Mari ummat muslim bersatu, melawan segala bentuk intoleransi dan penghinaan terhadap simbol keyakinan ummat beragama.

Oleh : Satria Dirgantara II