Marhaban Ya Sya'ban

Bulan Sya’ban adalah bulan yang mulia, hendaknya kita mengisinya dengan memperbanyak amalan ibadah dan puasa secara khusus untuk melatih diri persiapan menyambut bulan Ramadhan agar nanti tidak kaget dengan perubahan spontan sehingga terasa berat bagi kita. Oleh karena itu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.
 
Gambar Ilustrasi

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ
Dari Aisyah رضي الله عنها berkata: Saya tidak pernah mengetahui Nabi صلى الله عليه وسلم puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah mengetahui dia lebih banyak berpuasa daripada di bulan sya’ban. (HR. Bukhari: 1969, Muslim: 782)
Hikmah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban dijelaskan dalam hadits yang lain:
عَنْ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ, قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ, وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ, فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Dari Usamah bin Zaid رضي الله عنه berkata: Saya bertanya: Wahai Rasulullah, saya tidak melihatmu berpuasa di bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban (karena seringnya), beliau menjawab: “Bulan itu banyak manusia lalai,1 yaitu antara Rojab dan Ramadhan, bulan diangkat amal-amal kepada Robb semesta alam, dan saya ingin untuk diangkat amalku dalam keadaan puasa”.2
Hikmah lainnya adalah untuk persiapan bulan Ramadhan agar hati dan badan siap untuk menyambutnya dengan kesegaran dalam menjalan ketaatan kepada Allah عزّوجلّ.3



1.     Ketahuilah behawa menghidupkan waktu yang dilalaikan manusia memiliki beberapa faedah:
Pertama: Lebih tersembunyi dan jauh dari riya’.
Kedua: Lebih berat bagi jiwa, karena tabi’at manusia ingin ikut kebanyakan manusia.
Ketiga: Membela dan melindungi seluruh manusia dengan ketaatannya dari bencana. (Lihat Lathoiful Ma’arif hlm. 253)
2.     HR. Nasai 4/4201, Ahmad 5/201 dan dihasankan Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah 4/1898
3.     Lathoiful Ma’arif hlm. 258