Malam di bulan sya'ban

Sahabat Murataraku, sebagai seorang muslim yang baik sudah tentu kita harus tahu amalan-amalan sunnah yang di perintahkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم 
Khususnya di bulan ini, Bulan Sya'ban. Sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى adalah Pencipta waktu dan tempat, Dia melebihkan bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya, hari jum’at dari hari-hari lainnya. Demikian juga, Dia melebihkan Mekkah, Madinah dan Baitul maqdis dari tempat-tempat lainnya.

Namun, sebagian orang merasa kurang puas dengan keutamaan yang diberikan oleh Allah عزّوجلّ, sehingga mereka membuat-buat musim dalam rangka beribadah kepada Allah, hanya berdasarkan hadits-hadits lemah dan palsu. Diantara musim yang digandrungi banyak orang tanpa dalil tersebut adalah malam nishfu sya’ban.1
Masalahnya, benarkah malam nisfhu sya’ban tidak memiliki suatu keutamaan?! Kalaulah memang memiliki keutamaan, apakah hal itu berarti kita mengkhususkan untuknya amalan-amalan tertentu?! Inilah yang akan menjadi topik bahasan kita kali ini. Kita berdo’a kepada Allah سبحانه و تعالى agar memberikan kita kelezatan sunnah dan menjauhkan kita dari perkara-perkara bid’ah. Amiin.
Ketahuilah wahai saudaraku tercinta -semoga Allah selalu merahmatimu- bahwa banyak sekali riwayat-riwayat yang beredar di tengah masyarakat seputar nishfu Sya’ban, padahal kebanyakan hadits-hadits tersebut tidak shahih dalam timbangan ahli hadits.
Imam Qurthubi رحمه الله berkata dalam Tafsirnya 16/128, “Tentang malam nishfu Sya’ban tidak terdapat satu hadits pun yang dapat dijadikan sandaran, baik mengenai keutamaannya atau tentang pembatalan ajal seseorang, maka janganlah kalian mengacuhkannya!”
Benar, ada suatu riwayat tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban yang dishahihkan oleh sebagian ahli ilmu, yaitu sebagai berikut:
 يَنْزِلُ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Alloh Tabaraka wa Ta’ala turun kepada makluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.
SHOHIH. Diriwayatkan dari jalan beberapa sahabat yaitu Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah al-Hutsani, Abdullah bin Umar, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu Bakar ash-Shiddiq, Auf bin Malik, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum ajma’in.2
Kesimpulannya, hadits ini dengan terkumpulnya jalan-jalan riwayat yang banyak ini bisa terangkat kepada derajat shahih dengan tanpa ragu lagi, karena keshahihan bisa dengan lebih kecil bilangannya dari jalur-lalur ini selama tidak terlalu parah lemahnya sebagaimana telah mapan dalam disiplin ilmu hadits ini.3 Maka apa yang dinukil oleh Syaikh al-Qosimi dalam Ishlahul Masajid hal. 107 dari ahli hadits bahwa tidak ada hadits shahih satupun tentang keutamaan malam nishfu sya’ban, maka tidak bisa manjadi pegangan, karena hal itu merupakan tindakan gegabah sebelum meneliti jalur-jalur ini.
Hadits ini dijadikan pedoman oleh sebagian kalangan untuk mengkhusukan malam nishfu sya’ban dengan ibadah-ibadah tertentu seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur’an dan sebagainya. Maka untuk meluruskan kesalafahaman ini, kami katakan:
Perlu diingat bersama bahwa hadits ini hanya menunjukkan keutamaan malam nishfu Sya’ban saja seperti halnya hadits-hadits umum lainnya yang membicarakan tentang keutamaan hari dan malam tertentu. Hadits ini sama sekali tidak menunjukkan anjuran mengkhususkannya dengan amalan shalat, puasa, khataman al-Qur’an, maupun amalan ibadah lainnya, lebih-lebih perayaan malam nishfu sya’ban seperti yang biasa dilakukan masyarakat kita. Kalaulah memang demikian pemahamannya, tentunya para ulama salaf, khususnya para sahabat Nabi akan mengamalkannya, namun anehnya hal itu tidak dinukil dari mereka sedikitpun padahal dalam waktu yang sama, mereka meyakini bahwa malam nishfu sya’ban adalah malam yang utama.4
Kita bertanya-tanya: Apakah para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits di atas memahami darinya pengkhususan amalan-amalan tertentu pada malam tersebut?! Bukankah mereka adalah manusia yang paling faham tentang makna hadits dan paling semangat dalam mengamalkannya?!
Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz رحمه الله berkata: “Seandainya mengkhususkan ibadah pada malam tersebut disyari’atkan, tentunya malam Jum’at lebih utama daripada selainnya, sebab hari jum’at adalah hari yang paling utama berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Nah, tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم memperingatkan kepada umatnya dari mengkhususkannya dengan sholat malam, maka hal itu menunjukkan bahwa malam selainnya lebih utama untuk tidak boleh kecuali kalau ada dalil yang mengkhususkannya.
Oleh karena itu, tatkala malam Lailatul Qodr dan malam bulan Ramadhan disyari’atkan untuk menghidupkannya dengan ibadah, maka Nabi صلى الله عليه وسلم menganjurkan umatnya untuk menghidupkannya dan beliau sendiri juga memberikan contoh. Seandainya malam nishfu sya’ban dan malam jum’at awal bukan Rajab atau malam isra’ mi’raj disyari’atkan untuk mengkhususkannya dengan perayaan atau ibadah tertentu, tentu Nabi صلى الله عليه وسلم akan menganjurkan kepada umatnya atau mencontohkannya. Dan seandainya hal itu terjadi, niscaya akan dinukil oleh para sahabat kepada umat dan mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan bersemangat memberi nasehat setelah para Nabi”.5
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata: “Adapun mengkhususkan puasa pada hari nishfu Sya’ban, tidak ada dasarnya, bahkan haram. Demikian pula menjadikannya sebagai perayaan, dengan membuat makanan dan menampakkan perhiasan. Semua ini merupakan perayaan-perayaan bid’ah yang tidak berdasar sama sekali. Termasuk pula berkumpul untuk melakukan shalat Alfiyah di masjid-masjid. Karena melaksanakan shalat sunnah pada waktu, jumlah raka’at, dan bacaannya tertentu yang tidak disyari’atkan, hukumnya haram…. Dan jika tidak disunnahkan maka haram mengamalkannya. Seandainya malam-malam yang mempunyai keutamaan tertentu disyari’atkan untuk dikhususkan dengan melakukan shalat, tentunya amalan shalat tersebut disyari’atkan pula untuk dilakukan pada malam Idul Fithri, Idul Adhha, dan hari Arafah.”6
Imam As-Suyuthi asy-Syafi’i رحمه الله berkata: “Memang ada riwayat dan atsar yang marfu’. Ini sebagai dalil bahwa bulan Sya’ban adalah bulan mulia. Akan tetapi tidak ada dalil tentang amalan shalat secara khusus dan menyemarakkannya.”7
Walhasil, malam nishfu sya’ban memang malam yang utama, tetapi bukan berarti disyariatkan untuk mengkhususkan amalan-amalan tertentu karena hal itu membutuhkan dalil, sedangkan tidak ada dalil yang mendukungnya.

1.     Husnul Bayan fimaa Warada fi Lailati Nishfi Sya’ban, Masyhur Hasan Salman hal. 3-4.
2.     Diringkas dari Silsilah Ahadits ash-Shahihah 3/135139/no. 1144 oleh al-Albani dan Husnul Bayan oleh Masyhur Hasan. Bagi yang ingin memperluas pembahasan takhrij hadits ini, silahkan membaca kedua kitab tersebut.
3.     Syaikh al-Albani berkata: “Merupakan perkara yang masyhur di kalangan ahli hadits bahwa suatu hadits apabila datang dari beberapa jalur yang banyak, maka bisa terangkat derajatnya, sekalipun satu persatu riwayatnya lemah. Tetapi hal ini tidak secara mutlak, namun dengan syarat tidak terlalu parah”. (Tamamul Minnah hal. 31)
4.     Hidayah Hairan Ila Hukmi Lailatin Nishfi Min Sya’ban, Muhammad bin Musa Nashr hal. 13-14
5.     At-Tahdzir Minal Bida’ hal. 15-16
6.     Iqtidha’ Sirathil Mustaqim 2/138
7.     Al-Amru bil Ittiba’ hal. 177-178

Sumber: Ibnumajjah.com